BAB II
PEMINANGAN
A. Pengertian peminangan
Islam menganjurkan perkawinan, islam tidak mengajarkan hidup membujang yang banyak diyakini para rahib. Allah menegaskan dalam al-qur’an yang artinya : “kawinilah wanita-wanita yang kalian senangi dua, tiga atau empat”.(QS. An-nisa’4:3).
Nikah disyariatkan Allah seumur dengan perjalanan hidup mmanusia, sejak nabi Adam dan Hawa di surga adalah ajran pernikahan pertama dalam islam.
Setelah di tentukan pilihan pasangan yang akan di nikahi sesuai dengan kriteria yang di tentukan,Langkah selanjutnya adalah penyampaian kehendak untuk menikahi pilihan yang telah ditentukan.Penyampaian kehendak untuk di nikahi seseorang itu di namai KHITBAH atau dalam bahasa indonesianya di namakan “Peminangan”
a. Tidak terikat oleh akad perkawinan.
b. Tidak berada dalam masa iddah tala’ roj’i.
Artinya: Seseorang mukmin adalah saudara mukmin lainnya oleh Karena itu,Ia tidak boleh membeli atau menawar sesuatu yang sudah di beli atau sudah di tawar saudaranya,Dan ia tidak boleh meminang seseorang yang telah di pinang saudaranya.Kecuali ia telah melepaskanya.(muttafaqqun alaih).
Baca Juga Hukum Tentang Pernikahan Lainnya DISINI
b) Cara mengajukan pinangan.
Pinanagan kepada gadis atau janda yang sudah habis masa iddahnya,Bleh dinyatakan secara terang-terangan.
B. NIKAH
b) Hikmah dan Tujuan Perkawinan
Allah mensyariatkan pernikahan dan dijadikan dasar yang kuat bagi kehidupan manusia karena adanya beberapa nilai yang tinggi dan beberapa tujuan utama yang baik bagi manusia. Dengan pernikahan tali keturunan bisa diketahui dan hal ini sangat berdampak besar bagi perkembangan generasi selanjutnya.
c) Hukum Perkawinan
Nikah ditinjau dari segi hukum syar’i ada lima macam, secara rinci jumhur ulama menyatakan hukum perkawinan itu dengan melihat keadaan orang-orang tertentu:
1) Sunnah bagi orang-orang yang telah berkeinginan untuk menikah, telah pantas untuk menikah dan dia telah mempunyai perlrngkapan untuk melangsungkan perkawinan
2) Makruh bagi orang-orang yang belum pantas untuk menikah, belum berkeinginan untuk menikah, sedangkan perbekalan untuk perkawinan juga belum ada. Begitu pula ia telah mempunyai perlengkapan untuk perkawinan, namun fisiknya mengalami cacat impoten, berpenyakitan tetap, tua Bangka dan kekurangan fisik lainnya.
3) Wajib bagi orang-orang yang telah pantas untuk menikah, berkeinginan untuk menikah dan memiliki perlengkapan untuk menikah, ia khawatir akan terjerumus ke tempat maksiat kalau ia tidak menikah.
4) Haram bagi orang-orang yang tidak akan dapat memenuhi ketentuan syara’ untuk melakukan perkawinan atau ia yakin perkawinan itu tidak akan memcapai tujuan syara’, sedangkan dia meyakini perkawinan itu akan merusak kehidupan pasangannya.
C. MUHARRAMAH
a) NIKAH MUHARRAMAH (wanita yang haram dinikahi)
Ada beberapa pertanyaan yang masuk seputar permasalahan muhrim, demikian para penanya menyebutnya, padahal yang mereka maksud adalah mahram. Perlu diluruskan bahwa muhrim dalam bahasa Arab adalah muhrimun, mimnya di-dhammah yang maknanya adalah orang yang berihram dalam pelaksanaan ibadah haji sebelum tahallul.
Sedangkan mahram bahasa Arabnya adalah mahramun, mimnya di-fathah.
b) HARAM SELAMA-LAMANYA (المحرمات تحريما مؤبدا )
Mahram ini berasal dari kalangan wanita, yaitu orang-orang yang haram dinikahi oleh seorang lelaki selamanya (tanpa batas). (Di sisi lain lelaki ini) boleh melakukan safar (perjalanan) bersamanya, boleh berboncengan dengannya, boleh melihat wajahnya, tangannya, boleh berjabat tangan dengannya dan seterusnya dari hukum-hukum mahram.
Mahram sendiri terbagi menjadi empat kelompok, yakni mahram karena nasab (keturunan), mahram karena penyusuan, mahram mushaharah (kekeluargaan kerena pernikahan), mahram karena mula’anah (saling melaknat)
Kelompok pertama, yakni mahram karena keturunan, ada tujuh golongan:
Ibu, nenek dan seterusnya ke atas baik dari jalur laki-laki maupun wanita.
Anak perempuan (putri), cucu perempuan dan seterusnya ke bawah baik dari jalur laki-laki maupun wanita.
Saudara perempuan sekandung, seayah atau seibu.
Saudara perempuan bapak (bibi), saudara perempuan kakek (bibi orang tua) dan seterusnya ke atas baik sekandung, seayah atau seibu.
Saudara perempuan ibu (bibi), saudara perempuan nenek (bibi orang tua) dan seterusnya ke atas baik sekandung, seayah atau seibu.
Putri saudara perempuan (keponakan) sekandung, seayah atau seibu, cucu perempuannya dan seterusnya ke bawah baik dari jalur laki-laki maupun wanita.
Putri saudara laki-laki sekandung, seayah atau seibu (keponakan), cucu perempuannya dan seterusnya ke bawah baik dari jalur laki-laki maupun wanita
Mereka inilah yang dimaksudkan Allah subhanahu wa ta’ala (yang artinya): “Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan .[3]
D. PENGERTIAN TALAK
Talak dalam bahasa indonesia diartikan perceraian yang artinya kterputusnya tali perkawinan yang sah akibat ucapan cerai suami kepada istri.
Syarat-syarat jatuhnya talak ialah:
1. Orang menjatuhkan talak itu sudah mukallaf,balig,dan berakal sehat
2. Talak itu hendaknya di lakukan atas kemauan sendiri.
3. Talak itu di jatuhkan sesudah nikah yang sah.[4]
Baca Juga Hukum Tentang Pernikahan Lainnya DISINI
E.RUJUK
Rujuk menurut bahasa artinya kembali,sedangkan menurut istilah adalah kembalinya seorang suami kepada mantan istri.
Syarat-syarat suami sah merujuk:
a. berakal
b. balig
c. dengan kemauan sendiri
d. tidak di paksa dan tidak murtad
syarat istri yang sah di rujuk:
a. telah di campur
b. bercerai dengan talak bukan dengan fasakh
c. tidak bercerai dengan khuluk
d. belum jatuh talak tiga
e. ucapan yang menyatan untuk merucuk[5]
[1] Syamsul al-din al- Sarakhsi,al masbsuht....,hlm.33
[2] Abdul Majid Mahmud Mathlub.Panduan Hukum Keluarga Sakinah.Solo:Era Intermedia.2005 Hlm.271
[3] Surdarsono.poko-pokok hukum islam.(jakarta:rineka cipta,2001).hlm.249.
[4] Ibrahim muhammad al-jamal,fiqh wanita...., hlm.408-410
[5] Ibrahim muhammad al-jamal,fiqh wanita...hlm.411-412.