Hukum Gadai (Rahn)

SYARIAH WIKI Gadai merupakan salah satu aktivitas ekonomi yang sering kita temukan dalam keseharian kita. Seseorang yang memerlukan uang menggadaikan aset yang dimilikinya kepada pihak tertentu untuk mendapatkan pinjaman uang. Lantas bagaimana hukum gadai menurut Islam ?

Dalam fiqh, istilah gadai dikenal dengan Rahn. Sayyid Sabiq dalam Fiqih Sunnah menjelasakan, secara etimologi rahn (gadai) bermakna tetap dan berkesinambungan, sebagaimana juga yang digunakan untuk makna kata al-hasbu “menahan”. Penggunaan yang pertama seperti ungkapan ni’matun raahinah yang berarti “nikmat yang kenal”. Penggunaan makna yang kedua, Sebagaimanan firman Allah SWT dalam QS Al Muddatsir : 38

كُلُّ نَفۡسِۭ بِمَا كَسَبَتۡ رَهِينَةٌ 

“Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya”

Adapun menurut terminologi Islam, Rahn adalah menjadikan barang yang berharga menurut tujuan syariat sebagai jaminan hutang, sekiranya pembayaran utang atau sebagian bisa diambil dari benda yang digadaikan tersebut.

Rahn termasuk ke dalam rumpun akad tabarru’ (kebaikan) yang dilarang untuk mengambil tambahan atau keuntunga, karena pada dasarnya rahn adalah akan pinjaman yang disertai dengan jaminan.

Dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) :

Rahn/gadai adalah penguasaan barang milik peminjam oleh pemberi pinjaman sebagai jaminan.

Hukum Rahn dalam Islam diperbolehkan, berdasarkan Al-Quran, sunah, dan Ijma’ para ulama.

Firman Allah, QS. Al-Baqarah [2]: 283:



وَإِن كُنتُمۡ عَلَىٰ سَفَرٍ۬ وَلَمۡ تَجِدُواْ كَاتِبً۬ا فَرِهَـٰنٌ۬ مَّقۡبُوضَةٌ۬‌ۖ


"Dan apabila kamu dalam perjalanan sedang kamu tidak memperoleh juru tulis maka hendkanya ada barang tanggungan yang dipegang"


Hadis Nabi riwayat al-Bukhari dan Muslim dari ‘Aisyah r.a., ia berkata:

Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. pernah membeli makanan dengan berutang dari seorang Yahudi, dan Nabi menggadaikan sebuah baju besi kepadanya.

Hadits Nabi riwayat al-Syafi'i, al-Daraquthni dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah, Nabi s.a.w. bersabda:

Tidak terlepas kepemilikan barang gadai dari pemilik yang menggadaikannya. Ia memperoleh manfaat dan menanggung resikonya.

Hadits Nabi riwayat Jama’ah, kecuali Muslim dan alNasa’i, Nabi s.a.w. bersabda:

Tunggangan (kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan menanggung biayanya dan binatang ternak yang digadaikan dapat diperah susunya dengan menanggung biayanya. Orang yang menggunakan kendaraan dan memerah susu tersebut wajib menanggung biaya perawatan dan pemeliharaan.

Para ulama sepakat membolehkan akad Rahn (alZuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, 1985, V: 181).

Ibnu Qudamah dalam kitab Al Mughni menjelaskan :
Mengenai dalil ijma’ ummat Islam sepakat (ijma’) bahwa secara garis besar akad rahn (gadai/penjaminan utang) diperbolehkan
Dalam fatwa DSN-MUI no. 25 tahun 2002 tentang Rahn, dijelaskan ketentuan – ketentuan akad rahn sebagai berikut :

Bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk Rahn dibolehkan dengan ketentuan sebagai berikut :
  1. Murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk menahan Marhun (barang) sampai semua utang Rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi.
  2. Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik Rahin. Pada prinsipnya, Marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh Murtahin kecuali seizin Rahin, dengan tidak mengurangi nilai Marhun dan pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan dan perawatannya.
  3. Pemeliharaan dan penyimpanan Marhun pada dasarnya menjadi kewajiban Rahin, namun dapat dilakukan juga oleh Murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban Rahin.
  4. Besar biaya pemeliharaan dan penyimpanan Marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.
  5. Penjualan Marhun :
  • Apabila jatuh tempo, Murtahin harus memperingatkan Rahin untuk segera melunasi utangnya.
  • Apabila Rahin tetap tidak dapat melunasi utangnya, maka Marhun dijual paksa/dieksekusi melalui lelang sesuai syariah.
  • Hasil penjualan Marhun digunakan untuk melunasi utang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan
  • Kelebihan hasil penjualan menjadi milik Rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban Rahin.

Aplikasi Akad Rahn

Akad Rahn banyak digunakan pada produk Pegadaian Syariah, dimana pihak perusahaan memberikan pinjaman uang kepada nasabah dengan akad Qardh, kemudian nasabah menyerahkan aset berharga sebagai jaminan, dan pihak perusahaan mengenakan biaya pemeliharaan atas aset yang diterima dari nasabah. Pengenaan biaya pemeliharaan menggunakan akad Ijarah.

LihatTutupKomentar