Kualitas Ibadah (Opini)

Waktu dan Kualitas Ibadah Kita

Oleh Said Marwan Saleh

“BARANG siapa keadaannya hari ini lebih baik dari kemarin, dia adalah orang yang beruntung; Barang siapa keadaannya hari ini sama dengan kemarin, dia adalah tertipu. Dan, barang siapa keadaannya hari ini lebih buruk dari kemarin, ia terkutuk.” (HR. Hakim).

Begitu Rasulullah SAW bersabda untuk mengingatkan kita umatnya. Sungguh, ini sebuah peringatan dan petunjuk yang sangat bijak dari seorang utusan Allah yang sangat mulia. Yakni bagaimana seharusnya kita sebagai umatnya bersikap dalam perspektif kehidupan yang terus bergulir ini, yang disebut sebagai waktu.

Syekh Yusuf Qardhawi, ulama besar dunia Islam abad ini, dalam kitabnya Al-Waqtu fi Hayati Muslim menyebutkan ada tiga tabiat waktu. Pertama, cepat berlalu. Waktu berjalan bagaikan awan, lari bagaikan angin, baik waktu suka maupun duka. Siklus kehidupan berputar begitu cepat.

“Allah-lah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian dia menjadikan (kamu) setelah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian dia menjadikan (kamu) setelah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki. Dan Dia Maha Mengetahui, Maha Kuasa.” (QS. Ar-rum : 54).

Hidup ini bagaikana bunga, kata Buya Hamka. Mula-mula dia kuncup, kemudian mekar mewangi dan indah dipandang mata, lalu layu dan jatuh ke bumi. Demikian pula kita dari seorang bayi yang lemah meningkat menjadi anak-anak, lalu menjadi remaja dan pemuda yang kuat, gagah serta tampan bagi si laki-laki atau menjadi remaja putri dan pemudi yang cantik. Setelah itu kembali lemah, berubah dan akhirnya mati.

Kedua, mustahil kembali. Ciri lain dari waktu ialah ia telah berlalu, mustahil bisa kembali dan diganti. Setiap detik, menit, jam ataupun hari dan seterusnya, berlalu begitu cepat dan tak pernah kembali. Demikian pula umur kita, tanpa terasa sudah tua dan uzur. Kalau pun kita ingin kembali muda, maka itu hanya imajinasi dan sesuatu yang mustahil.

Ketiga, harta termahal. Karena cepat berlalu, dan jika berlalu ia tak mungkin kembali, maka berarti waktu adalah harta termahal bagi manusia. Rahasia mahalnya itu karena ia merupakan sarana untuk setiap kreativitas dan produktivitas manusia. Waktu adalah modal pokok bagi manusia, baik secara individu maupun masyarakat. Rasulullah SAW bersabda: “Ni’mataani ni’amillah, maghbuunun katsiirun minannaas, ash-shihah wal faragh.” (Ada dua nikmat dari nikmat-nikmat Allah, yang sering terabaikan oleh manusia, yakni sehat dan lapang). 

Begitu Rasulullah SAW mewanti-wanti umatnya tentang pentingnya menjaga dan menghargai kesehatan dan waktu. Kedua hal itu sering terabaikan oleh kita manusia. Ketika kita masih sehat dan punya waktu lapang, misalnya, kita lupa beribadah. Lupa dan malas belajar, membaca Al-Quran, shalat, puasa, bersedekah, dan berbagai amal ibadah lainnya. 

Tapi ketika badan kian melemah dimakan usia dan waktu pun telah sempit, baru kita sadar dan menyesal. Andaikata kita beribadah pun, tentu ibadah kita tidak seindah dan sesempurna bila kita lakukan ketika kita masih sehat dan lapang. Subhanallah, waktu bukanlah uang, emas atau permata. Tapi ia lebih mahal dari benda-benda berharga terebut.

Hasan Al-Banna berkata: “Waktu adalah kehidupan.” Kehidupan manusia tidak lain waktu yang ia lewati dari saat ia dilahirkan sampai meninggal. Siapa pun yang tidak mampu menjaga dan menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya, maka ia akan menyesal, baik di dunia maupun di akhirat kelak.

Bagi pribadi muslim sejati waktu merupakan ladang amal usaha, baik yang hablumminallah yang bersifat vertikal maupun hablumminnas yang bersifat horizontal, baik yang berdimensi kesalihan spiritual maupun kesalihan sosial. “Bartaqwalah kepada Allah di manapun kamu berada dan ikutilah perbuatan buruk yang telah kamu perbuat dengan perbuatan baik, niscaya perbuatan baik tersebut akan menghapusnya dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik.” (HR. At-Tarmidzi).

Pesan Rasullah itu bermakna dalam kondisi dan situasi bagaimana pun umat Islam harus senantiasa meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT. Sebab esensi takwa adalah kemampuan memelihara dan menjaga segala yang diperintahkan Allah dan menghindari dari segala yang dilarang-Nya. 

Tiada detik, menit, jam, hari, minggu, bulan dan tahun dalam kehidupan pribadi muslim yang kosong dan tidak diisi dengan amal saleh. Sehingga semua aktivitas dan amal saleh itulah yang di dalam Islam diistilahkan sebagai ibadah. Sebab ibadah menurut para ulama adalah ismun jami’un lima yuhibullahu wayardhahu yakni segala aktivitas yang dicintai dan diridhai Allah swt yang didasari niat ikhlas dan tunduk semata-mata kepada-Nya.

Bagi pribadi muslim sejati setiap denyut nadi dan nafasnya tidak pernah kosong dari amal salih. Tiada waktu yang terbuang percuma bagi seorang hamba Allah yang ikhlas dan tunduk patuh kepada-Nya. Ia senantiasa setiap saat berupaya meningkatkan kualitas ibadahnya, baik yang termanifestasi pada kesalihan spiritualnya maupun kesalihan sosialnya. 

Itu dilakoninya secara konsisten dan istiqamah sampai ia menutup mata, liqaa-I rabbi. Rasullah SAW bersabda: “Khairul a’maal adwamuha wa inqalla” (sebaik-baik amal adalah yang dilakukan secara kontinyu-tetap dan berkesinambungan walaupun sedikit). 

Semoga amal ibadah kita ke depan terus meningkat dan semakin berkualitas. Wallau A’lam!


* Penulis adalah Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh Barat Daya.
Referensi : Serambi Indonesia
LihatTutupKomentar