Oleh: Hesti Purnama Sari (Mahasiswi STEI SEBI Depok)
Tampa kita sadari pandemi covid 19 sudah berjalan hampir 1 tahun lebih lamanya, tentu saja banyak sekali dampak yang telah ditimbulkan terutama di dalam perekonomian masyrakat dan negara kita. Pada saat situasi seperti ini pastinya banyak pengeluaran yang diluar kebiasaan ini sebenarnya untuk memenuhi keinginan semata alias gak butuh-butuh banget. Tapi kalau memang ada kebutuhan yang memang harus dipenuhi, kita dapat memanfaatkan pergadaian. Gadai adalah suatu hak yang diperoleh atas suatu benda bergerak, yang digunakan sebagai jaminan atas pinjaman yang diberikan oleh penerima gadai. Gadai sendiri ada yang konvensional dan syariah, ada yang dikelola oleh pemerintah dan swasta. Sebelum mulai gadai, yuk kita kenalan sama gadai syariah.
Demikian dengan beberapa pengertian rahn tersebut dapat kita pahami rahn (gadai) menjadikan suatu barang sebagai pengikat dalam hutang yang di mungkinkan pihak yang berhutang untuk mengambil hutang dengan cara mengambi hak guna dari barang jaminan tersebut. Bagi barang yang dijadikan jaminan jenis barang barang yang bernilai sehingga memiliki nilai manfaat. Suatu barang di ukur berharga ketika kemungkinan memperoleh nilai manfaat dari barang itu.
Serta berdasarkan definisi rahn yang di paparkan bahwa para ulama di atas menyimpulkan yang dimaksud dengan rahn itu adalah suatu akad perjanjian menyerahkan barang sebagai jaminan atas hutang seseorang hingga orang yang bersangkutan boleh mengambil hutangnya. Maka dari itu fungsi dari suatu barang yang menjadi jaminan yaitu untuk memberikan kepercayaan,, ketenangan, dan keamanan atas hutang yang dipinjamkan.
Landasan Hukum Rahn
a. Al-Qur’anArtinya: “sesungguhnya Dan apabila kamu dalam perjalanan sedangh kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaknya da barang tanggungan yang di pegang. (Al-Baqarah:283)
b. Hadits Rasulullah SAW pernah membeli makanan dengan cara berhutang dari seseorang Yahudi dan Rasulullah SAW menggadaikan baju besinya”.(H.R. Bukhari dan Muslim)
c. IjmaSejumlah ulama bersepakat bahwa hukum rahn (gadai) diperbolehkan tetapi itu tidak diwajibkan sebab barang gadai hanya sebagai jaminan saja jika kedua belah pihak tidak saling percaya maka hendaklah orang yang dipercayai menunaikan amanatnya (membayar hutang) dengan baik. Alasan para jumhur ulama menyepakati kebolehan atas status hukum mengenai gadai berdasarkan pada kisah Nabi Muhammad SAW yang menggadaikan baju besinya untuk mendapatkan makanan dari orang Yahudi.
Rukun Rahn
Dalam pelaksanaannya, mayoritas ulama memandang terdapat empat rukun rahn, yaitu:
o Barang yang digadaikan (marhun)
o Utang (marhun bihi)
o Ijab qabul (shighat)
o Dua pihak yang bertransaksi yaitu, pemberi gadai (rahin) dan penerima gadai (murtahin)
Hal yang membedakan transaksi syariah dengan konvensional adalah adanya akad. Akad yang digunakan dalam transaksi rahn adalah:
1. Qardh al-hasan, akad ini digunakan rahin untuk tujuan konsumtif, oleh karena itu rahinakan dikenakan biaya perawatan dan penjagaan barang gadai (marhun) oleh pergadaian (murtahin). Ketentuannya:
a. Barang gadai hanya dapat dimanfaatkan dengan jalan menjual, seperti emas, barang elektronik, dan lain sebagainya.
b. Karena bersifat sosial, maka tidak ada pembagian hasil. Pergadaian hanya diperkenankan untuk mengenakan biaya administrasi kepada rahin.
2. Mudharabah, akad yang diberikan bagi rahin yang ingin memperbesar modal usahanya atau untuk pembiayaan lain yang bersifat produktif. Ketentuannya:
a. Marhun dapat berupa barang bergerak maupun barang tidak bergerak seperti: emas, elektronik, kendaraan bermotor, tanah, rumah, dan lain-lain.
b. Keuntungan dibagi setelah dikurangi dengan biaya pengelolaan marhun.
3. Ba’i Muqayyadah, akad ini diberikan kepada rahin untuk keperluan yang bersifat produktif. Seperti pembelian alat kantor atau modal kerja. Dalam hal ini murtahin juga dapat menggunakan akad jual beli untuk barang atau modal kerja yang diinginkan oleh rahin. Marhun adalah barang yang dimanfaatkan oleh rahin ataupun murtahin.
4. Ijarah, akad yang objeknya adalah pertukaran manfaat untuk masa tertentu. Bentuknya adalah murtahin menyewakan tempat penyimpanan barang. Penerima gadai (murtahin) dapat menyewakan tempat penyimpanan barang (deposit box) kepada nasabah. Pada akad ini, nasabah menitipkan barang jaminannya di pergadaianselama masa pinjaman. Atas penitipan tersebut, pergadaian membebankan ujrah (biaya sewa/ fee) dari nasabah sesuai tarif yang telah ditentukan dan disepakati oleh kedua belah pihak dalam akad ijarah.
Tujuan dan Pegadaian
Sifat usaha pegadaian pada prinsipnya menyediakan pelayanan bagikemanfaatan masyarakat umum dan sekaligus memupuk keuntunganberdasarkan prinsip pengelolaan yang baik. Oleh karena itu Pegadaian bertujuan sebagai berikut :
1. Turut melaksanakan dan menunjang pelaksanaan kebijaksanaan danprogram pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasionalpada umumnya melalui penyaluran uang pembiayaan/pinjaman atas dasar hokum gadai.
2. Pencegahan praktik ijon, pegadaian gelap, dan pinjaman tidak wajar lainnya.
3. Pemanfaatan gadai bebas bunga pada gadai syariah memiliki efekjarring pengaman social karena masyarakat yang butuh danamendesak tidak lagi dijerat pinjaman/pembiayaan berbasis bunga.
4. Membantu orang-orang yang membutuhkan pinjaman dengan syarat mudah.
Sumber:
Buku Literasi Keuangan Tingkat Perguruan Tinggi Seri “Industri Jasa Keuangan Syariah”
https://dsnmuiinstitute.com/literasi/meminjam-uang-di-lembaga-gadai-syariah/
Muslim, “pengertian rahn dan penjelasan nya menurut ulama”,
https://harianmuslim.com/transaksi /produk-bank-syariah/pengertianrahn- dan-penjelasannya-menurutulama/