Syariah Wiki - Akad atau kontrak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam transaksi suatu bisnis. Sebab dari akad akan diketahui hak dan kewajiban serta ketentuan -ketentuan yang berlaku pada transaksi bisnis yang akan dijalani. Bahkan dari akad bisa ditentukan hukum halal atau haram suatu transaksi. Oleh karena itu akad menduduki posisi penting dalam transaksi bisnis, terlebih pada transaksi bisnis syariah. Pemahaman yang baik terhadap akad akan menghindarkan kita dari transaksi-transaksi yang terlarang menurut syariah.
Lantas bagaimana syariat Islam mengatur tentang akad ?
Berikut ini penjelasannya.
Definisi
Menurut bahasa, akad adalah Ar-rabbth (ikatan), sedangkan menurut istilah akad memiliki dua makna yaitu makna khusus dan makna umum. Makna khusus akad adalah ijab dan qabul yang melahirkan hak dan tanggungjawab terhadap objek akad (ma'qud 'alaih).
Sedang makna umum akad adalah setiap perilaku yang melahirkan hak, atau mengalihkan atau mengubah atau mengakhiri hak, baik itu bersumber dari satu pihak ataupun dua pihak.
Hanafiyah lebih memilih makna khusus, sedang Malikiyah, Syafi'iyah, dan Hanabilah memilih makna umum.
Secara terminologi, Wahbah al Zuhaili mendefinisikan akad dengan :
"Pertalian atau keterikatan antara ijab dan qabul sesuai dengan kehendak syariah (Allah dan Rasul-Nya) yang menimbulkan akibat hukum pada objek perikatan"
Hukum Akad
Ada tiga pendapat tentang hukum akad, yaitu:
Ada tiga pendapat tentang hukum akad, yaitu:
- Pertama, menurut mazhab Dzahiriyah hukum akad pada asalnya adalah TERLARANG, sampai ada dalil yang melandasi kebolehannya. Sehingga akad yang boleh dilakukan adalah akad yang secara nash ada dalilnya, jika tidak ada maka akad tersebut terlarang.
- Kedua, menurut Jumhur Fuqaha, hukum akad pada dasarnya adalah BOLEH selama tidak melanggar kaidah-kaidah umum dalam muamalah.
- Ketiga, menurut mazhad Hanabilah, khususnya Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim, lebih longgar, selama tidak ada dalil syar'i yang melarang suatu akad, maka dibolehkan, bahkan dibolehkan untuk mendesain akad-akad baru.
Rukun dan Syarat Akad
Menurut mayoritas ulama, rukun akad ada tiga:
1. Shighat
Shighat adalah ijab dan qabul (serah terima), baik diungkapkan dengan ijab atau cukup dengan ijab saja yang menunjukan qabul dari pihak lain (secara otomatis).
Syarat sighat :
- Pertama, Maksud Shighat itu harus jelas dan bisa dipahami. Artinya ada keinginan niat dan maksud pelaku akad untuk bertransaksi.
- Kedua, Ada kesesuaian antara Ijab dan Qabul.
- Ketiga, Ijab dan Qabul dilakukan berturut-turut. Artinya dilakukan dalam satu waktu dan salah satu pihak tidak menyatakan ketidaksetujuan terhadap isi ijab.
- Keempat, Keinginan untuk melakukan akad saat itu, bukan pada waktu mendatang.
2. Pelaku Akad ('Aqidan)
Pelaku akad yang dimaksud bisa satu orang atau lebih, bisa pribadi atau badan hukum, baik sebagai pelaku langsung atau sebagai wakil dari pelaku akad.
Syarat pelaku akad :
- Pertama, Ahliyah (kompetensi) yaitu bisa melakukan kewajiban dan mendapatkan hak sebagai pelaku akad. Terbagi dua, yaitu Ahliyah wujub, pelaku akad berkompeten untuk menunaikan kewajiban dan mendapatkan hak. Ahliyah 'ada yaitu berkompeten untuk melaksanakan akad sesuai syariah.
- Kedua, Wilayah yaitu kewenangan untuk melakukan transaksi menurut syar'i yaitu sudah mukallaf (aqil baligh, berakal sehat, dan dewasa/cakap hukum).
3. Objek Akad (Ma'qud 'Alaihi)
Objek akad yatu harga atau barang yang menjadi objek transaksi.
Syarat objek akad :
- Pertama, Barang yang masyru' (legal)
- Kedua, Barang bisa diserahterimakan saat akad.
- Ketiga, Jelas diketahui oleh para pihak yang berakad.
- Keempat, Harus ada pada waktu akad.
Referensi : buku Fikih Muamalah Dinamika Teori Akad dan Implementasinya dalam Ekonomi Syariah, karya Dr. Oni Sahroni dan Dr. M. Hasanuddin.