Ilmu Adalah Cahaya.


BELAJAR.NET - Meneladani Kejujuran Nabi Sebagai Pemimpin Agung
Sifat Nabi yang ra’uf (penuh kasih) dan rahim (penyayang) membuatnya tak kuasa untuk melihat dan mendengar penderitaan yang dialami oleh umat dan rakyatnya. Sampai Allah menggambarkan, ‘Aziz[un] ‘alaihima ‘anittum (berat terasa olehnya penderitaanmu). Tak hanya itu, Nabi pun sangat berambisi untuk menjadikan umat dan rakyatnya menjadi orang beriman dan selamat dunia-akhirat. Itulah sifat Rasulullah, Muhammad saw.
Dari pidato Nabi saw. yang paling menarik adalah pernyataan baginda saw. yang menyatakan:  “Sesungguhnya seorang pemimpin tidak akan membohongi rakyatnya.”
 “Pemimpin tidak akan membohongi rakyatnya.” Itulah karakter Nabi saw. sebagai pemimpin, dan karakter kepemimpinan Nabi saw. Ucapan, tindakan, hati dan pikirannya dicurahkan demi kemaslahatan rakyatnya, bukan untuk kepentingan pribadinya. Nabi saw. bahkan mengorbankan kepentingan diri dan keluarganya, demi kepentingan umat dan rakyatnya.
Ketika Nabi saw. memilih hidup miskin, bukan karena Nabi saw. tidak bisa mengumpulkan kekayaan, tetapi karena itulah kehidupan yang dipilih Nabi saw. sebagai seorang pemimpin agung, sekaligus panutan.
Begitulah Nabi saw. mengajarkan resep kepemimpinan bagi para pemimpin. Ketika para pemimpin itu tidak jujur, dia akan membuat kebijakan yang memberatkan rakyatnya. Berbagai kebohongan pun disusun, agar tampak rasional. Dengan alasan penghematan, boros, APBN defisit, penimbunan, dan sebagainya, BBM dinaikkan. Padahal, senyatanya kenaikan itu untuk memenuhi nafsu serakah para cukong. Lebih mengherankan, meski sudah jelas membebani rakyatnya, masih saja bisa berbohong, bahwa dengan kenaikan BBM akan mengurangi angka kemiskinan. Padahal, jelas harga sembako baik, tarif angkutan umum naik, dan inflasi pun tak terelakkan. Pendek kata, rakyat sudah ditindas, dibohongi lagi.
LihatTutupKomentar